Ulasan Lengkap Roya, Dasar Hukum, & Tata Caranya
Fandy, S.H., M.Kn. - Notaris Lumajang
Pengertian Roya
Istilah roya dalam ketentuan perundang-undangan mengenai
tanah dapat ditemukan dalam penjelasan umum UUHT :
Pada buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan
mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertifikatnya ditiadakan. Pencatatan
serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya",
dilakukan juga pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang semula
dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan
tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.
Berdasarkan penjelasan umum UU Hak Tanggungan tersebut,
dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah roya adalah pencoretan hak tanggungan
pada Buku Tanah Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan karena Hak Tanggungan telah
hapus dengan cara sebagaimana diatur Pasal 18 UUHT.
Mengenai pencoretan Hak Tanggungan (roya) ini, Kartini
Muljadi dan Gunawan Widjaja berpendapat bahwa Pencoretan pendaftaran Hak
Tanggungan dapat dilakukan dengan atau tanpa pengembalian Sertifikat Hak
Tanggungan yang telah dikeluarkan. Dalam hal Sertifikat Hak Tanggungan tidak
dikembalikan, maka hal tersebut harus dicatat dalam Buku Tanah Hak Tanggungan.
Pada dasarnya pencoretan dapat dilakukan oleh debitor
sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan
ayat (7) UU Hak Tanggungan. Dengan demikian jelaslah bahwa pencoretan Hak
Tanggungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemberi Hak Tanggungan
(debitor) setelah Hak Tanggungan yang diberikan olehnya hapus, menurut
ketentuan Pasal 18 UU Hak Tanggungan.
Untuk keperluan pencoretan Hak Tanggungan, pemberi Hak
Tanggungan diperbolehkan untuk mempergunakan semua sarana hukum yang
diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan
Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan
yang membuktikan telah hapusnya Hak Tanggungan tersebut. Selain itu,
pelaksanaan roya ini dapat dilakukan untuk sebagian utang yang dijaminkan yang
disebut dengan roya partial.
Mengutip artikel APHT (Akta Pemberian hak Tanggungan),dasar
adanya roya partial diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Praktik pelaksanaan
roya partial mengacu antara lain pada Surat Edaran Badan Pertanahan Nasional
Nomor 600-1610 Tahun 1995 tentang Pelaksana Roya Partial (Sebagian), tertanggal
16 Juni 1995 (“Surat Edaran”). Roya partial merupakan kelembagaan hukum baru,
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang memungkinkan penyelesaian secara
praktis terhadap bagian benda jaminan apabila telah dilunasi sebagian, sehingga
dapat dipergunakan untuk keperluan lainnya.
Akibat Hukum Roya
Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18,
Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah hak
atas tanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak
Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan
dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
Sejalan dengan roya di atas, maka sebelum dilakukannya
pencoretan, harus didahului dengan mengajukan pemohonan oleh para pihak kepada
Kantor Pertanahan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 22 ayat (4) dinyatakan
bahwa:
Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak
Tanggungan yang telah diberikan catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan
hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah
lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus
karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan telah lunas atau
karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (4) di atas,
bagaimana kalau ada pihak yang berkepentingan tidak mau melakukan pencoretan
terhadap Hak Tanggungan. Permasalahan ini dijawab oleh Pasal 22 ayat (5), (6),
dan ayat (7) UUHT yang dinyatakan sebagai berikut. Apabila kreditor tidak
bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pihak yang berkepentingan
dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang
bersangkutan didaftar.
Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa
yang sedang diperiksa oleh pengadilan lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan (Pasal 6).
Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala
Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan
Negeri yang bersangkutan (ayat (7)).
Tata Cara Roya
Roya dalam UUHT ditemukan dalam penjelasan umum butir 8 dan penjelasan
Pasal 22 ayat (1) undang-undang ini. Pengaturan tata cara pencoretan hak
tanggungan terdapat dalam Pasal 22 UU Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai
berikut:
- Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya.
- Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersamasama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
- Apabila sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah Hak Tanggungan.
- Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
- Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.
- Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
- Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
- Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (7).
Alamat Kantor Notaris PPAT Lumajang