Notaris Candipuro: "Daftar Lokasi PTSL Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap Wilayah Kerja Kabupaten Lumajang Tahun 2020"
Notaris Lumajang - Hp.081338999229
Alamat Kantor Notaris PPAT Lumajang |
Daftar Lokasi PTSL Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap Wilayah Kerja Kabupaten Lumajang Tahun 2020. Lokasi, Target Pengukuran, dan Yuridis dapat berubah jika terjadi revisi pada SK Penetapan Lokasi PTSL.
Belum adanya jaminan kepastian hukum atas tanah seringkali memicu terjadinya sengketa dan perseteruan atas lahan di berbagai wilayah di Indonesia. Selain di kalangan masyarakat, baik antarkeluarga, tak jarang sengketa lahan juga terjadi antarpemangku kepentingan (pengusaha, BUMN dan pemerintah). Hal itu membuktikan pentingnya sertipikat tanah sebagai tanda bukti hukum atas tanah yang dimiliki.
Lambannya proses pembuatan sertipikat tanah selama ini menjadi pokok perhatian pemerintah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah meluncurkan Program Prioritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.
Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat: sandang, pangan, dan papan. Program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018.
PTSL yang populer dengan istilah sertipikasi tanah ini merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertipkat dapat menjadikan sertipikat tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Menteri ATR/ Kepala BPN Sofyan Djalil berharap program PTSL dapat mewujudnyatakan pembangunan yang rata bagi Indonesia. “PTSL ini akan mempermudahkan pemerintah daerah untuk melakukan penataan kota. Kami juga memastikan penerima sertipikat tepat sasaran, yakni para nelayan dan petani serta masyarakat lainnya agar mereka dapat memulai peningkatan kualitas hidup yang lebih baik,” tutur Sofyan.
Menilik kembali ke 2017, Kementerian ATR/BPN berhasil melakukan pengukuran tanah masyarakat sebanyak 5.2 juta bidang tanah atau melebihi target 5 juta yang diberikan. Pencapaian tersebut diraih berkat kerja sama yang baik antar Kementerian, inovasi pelayanan dan teknologi, serta pelibatan dan partisipasi masif oleh masyarakat.
Saat ini dari 126 juta bidang tanah di Indonesia, sebanyak 51 juta bidang tanah telah terdaftar. 79 juta bidang tanah sisanya menjadi target kegiatan pendaftaran tanah, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Tahun 2018 ini, Pemerintahan Jokowi-JK melalui Kabinet Kerja akan fokus pada peningkatan Sumber Daya Manusia. Untuk itu Kementerian ATR/BPN memastikan penggunaan tenaga juru ukur, petugas PTSL yang berkualitas dan berkompeten untuk melaksanakan Program PTSL, mulai dari penyuluhan, pendataan, pengukuran, Sidang Panitia A, Pengumuman dan pengesahan, serta penerbitan sertipikat. Kementerian ATR/BPN juga memastikan seluruh proses tersebut dilakukan secara mudah, transparan, dan efisien.
Sebagai gambaran, jika menggunakan metode pendaftaran tanah sporadis, maka maksimum pencapaian target per tahun adalah hanya 1 juta bidang tanah, yang artinya untuk menyelesaikan 79 juta bidang diperlukan waktu 79 tahun. Sementara melalui PTSL, target pendaftaran 79 juta bidang tanah itu dapat diselesaikan pada tahun 2025.
PENGURUSAN SERTIFIKAT TANAH MELALUI PROGRAM PTSL OLEH KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN REPUBLIK INDONESIA (KEMENTRIAN ATWBPN)
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia adalah kementerian yang mempunyal tugas menyelenggarakan urusan dl bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Agraria dan Tata Ruang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dljabat oleh seorang menteri yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sejak 27 Juli2016 Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dipimpin oleh Sofyan Djalil. Kewenangan Kementerran Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional salah satunya adalah dalam penanganan konflik ruang. Dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN memllikl kewenangan penuh di dalam menentukan jalannya penyelenggaraan penataan ruang secara nasional.
Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemermtahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian ATR menyelenggarakan fungsi;
- 1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;
- 2. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerran Agraria dan Tata Ruang;
- 3. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
- 4. pengawasan atas pelaksanaan tugas dl lingkungan Kementerran Agraria dan Tata Ruang;
- 5. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dl daerah; dan
- 6. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerran Agraria dan Tata Ruang.
Kementerlan Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia pertama kali dibentuk pada tahun 1955 melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1955. Sebelum menjadi kementerian pada tahun 1955, urusan agrarra dlselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri. Hal ini dikarenakan awalnya pemerintah pada waktu itu menganggap bahwa urusan agraria belum merupakan urusan strategis sehingga cukup diselenggarakan oleh suatu lembaga di bawah kementerian. Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24 September 1960. Pada hari itu, rancangan Undang-Undang Pokok Agraria disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dengan berlakunya UUPA tersebut, untuk pertama kalinya pengaturan tanah di Indonesia menggunakan produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat. Dengan ini pula Agrarische Wet dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Tahun 1960 ini menandai berakhirnya dualisme hukum agraria dl Indonesia.
Presiden Megawati menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan memposisikan BPN sebagal lembaga yang menanganl kebljakan nasional dl bidang pertanahan. Kedudukan BPN kemudian diperkuat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan menempatkan BPN RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.Penguatan lembaga agraria kembali diperkuat pada masa kepemimpman Presiden Jokowl yakni dengan menggabungkan Badan Pertanahan Nasional dengan unit pemerintah yang mengurusi penataan ruang, planologi dan perencanaan kehutanan, serta informasi geospasial. Penggabungan struktur ini diikuti dengan uraran tugas dan fungsi kelembagaan Kementerlan Agraria yang sejatinya amanat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sesuai semangat Pasal 33 Ayat 3 Konstitusi UUD 1945.
Belum adanya jaminan kepastian hukum atas tanah sering kali memicu terjadinya sengketa dan perseteruan atas lahan di berbagai wilayah Indonesia. Selain di kalangan masyarakat, baik antar keluarga, tak jarang sengketa lahan juga terjadi antar pemangku kepentingan. Hal ini membuktikan pentingnya sertifikat tanah sebagai tanda bukti hukum atas tanah yang dimilikl. Lambannya proses pembuatan sertifikat tanah selama mi menjadi pokok perhatian pemerintah. Dewasa ini Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia sedang menggecarkan sebuah inovasi Program Prloritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
PTSL adalah proses pendaftaran tanah yang untuk pertama kalinya dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wllayah repubik Indonesia. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Program PTSL ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis. Selain itu juga terdapat pada Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.
Di tahun 2018 program PTSL mendapatkan target 5500 bidang tanah melalui hasil pengukuran tanah yang dllakukan oleh BPN. Dari 5500 bidang tanah yang dltargetkan, tercatat sebanyak 5400 bidang tanah telah tercapai dalam pembuatan sertifikatnya. Di tahun 2019 mi pemerlntah menargetkan 6000 bidang tanah untuk terbit 4000 sertifikat tanah. Pemerintah pusat mengharapkan pula adanya kerjasama yang baik dari masyarakat dan pemerintah daerah untuk terlaksananya program PTSL yang lebih baik lagi. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi dari pemerintah kepada masyarakat luas mengenai syarat dan alur pendaftaran tanah melalui program PST L tersebut. Berikut akan disebutkan beberapa persyaratan dan alur dari pendaftaran tanah melalui program PTSL.
A. Syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon
- l) Dokumen kependudukan berupa Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
- 2) Surat tanah, yang bisa berupa Leter C, Akta Jual Beli, Akta Hibah, atau Berita Acara Kesaksian
- 3) Tanda batas tanah yang terpasang dan sudah harus mendapat persetujuan pemilik tanah yang berbatasan
- 4) Bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh)
- 5) Surat permohomam atau Surat Pernyataan Peserta
B. Tahapan Pelaksanaan PTSL
- 1) Penyuluhan
Tahapan ini dilakukan oleh petugas BPN di wilayah desa atau kelurahan. Penyuluhan PTSL dllkuti oleh seluruh peserta PTSL
- 2) Pendataan
Pada tahap mi petugas akan menanyakan rrwayat kepemilikan tanah, sepertl pemilik sebelumnya, dasar kepemilikan (apakah merupakan hibah, warrsa, atau jual beli), dan riwayat pajak (BPHTB dan PPh)
- 3) Pengukuran
Petugas akan mengukur dan meneliti batas-batas kepemilikan lahan. Pada tahap ini pemohon harus dapat menunjukkan letak, bentuk bidang, luas tanah, serta batas bidang tanah. Selam itujuga pengukuran lahan juga memerlukan persetujuan darl pemilik tanah yang berbatasan.
- 4) Sidang Panitia A
Petugas akan meneliti secara yuridis serta melakukan pemeriksaan lapangan. Selain itu, petugas akan mencatat sanggahan, kesimpulan, dan meminta keterangan tambahan
- 5) Pengumuman dan Pengesahan Selama 14 hari, pengumuman persetujuan pengajuan sertifikat tanah akan ditempel di kantor desa, kelurahan, atau kantor pertanahan setempat. Pengumuman tersebut berisi daftar nama, luas, letak tanah, peta bidang tanah, serta Informasi larnnya.
- 6) Penerbitan Sertifikat
Tahap ini pemohon akan menerima sertifikat. Sertifikat tanah dibagikan oleh petugas ATR/BPN dan diserahkan langsung ke pemohon.
PTSL yang populer dengan istilah sertifkasi tanah ini merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamm kepastian dan perlmdungan hukum atas tanah kepemilikan. Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertifikat tanah dapat menjadikannya sebagai financial inclusion atau modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna menlngkatkan kesejahteraan hldup Pemerintah berharap program PTSL dapat mewujudkan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
PTSL Bayar Jutaan Rupiah di Tempursari Lumajang
Program Nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya ditujukan untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus sertifikat tanah, justru menjadi lahan pungutan liar (pungli) bagi segelintir oknum Kepala Desa. Seperti yang terjadi di Desa Bulurejo Kecamatan Tenpursari Kabupaten Lumajang Jawa Timur.
Dugaan Pungli tersebut disampaikan, Anton Susanto Warga Desa Bulurejo Rt 11 Rw 05 pada wartawan memontum.com Selasa (4/2/2020). Awalnya Kepala Desa Datang ke rumahnya menawarkan adanya program sertifikasi tanah. Kades memberi tahu jika program PTSL itu lima hari lagi waktunya habis. Akhirnya Anton mengurus sertifikat itu pada Kades dengan biaya Rp.18.000.000 (Delapan belas juta rupiah) untuk 7 petak lahan miliknya dan keluarga.
“Katanya, tidak ngurus sertifikat pak? Kalau masih ada sampean urus. Karena program ini lima hari lagi habis. Kalau reguler nanti biayanya mahal. Saya tanya berapa biayanya. Pak kades menjawab sebentar saya hitung. Untuk yang enam petak dikenakan biaya Rp.14.500.000 (Empat belas juta lima ratus ribu rupiah). Sementara untuk yang satu petak seluas seperempat hektar dikenakan biaya Rp.3500.000 (Tiga juta limaratus ribu rupiah). Ngak boleh kurang pak inggi, ngak boleh itu memang harga sesuai aturan bpn jawab kepala desa, jadi semua total Rp.18.000.000 (Delapan belas juta rupiah),” tuturnya.
Dijelaskannya, setelah itu sore harinya Ia mengantar uang tersebut pada kades. Namun setelah mintak kwitansi jawab kades, tidak usah pakai kwitansi.
“Ya sudah saya serahkan uang itu. Setelah membayar uang tersebut kurang lebih ada dua bulan ada informasi warga yang ngurus setifikat disuruh mengambil di balai desa karena sertifikat sudah jadi. Setelah itu saya ke kantor desa ternyata yang jadi masih punyaan mertua saya itu empat dan milik kakak saya. Yang dua belum jadi,” jelasnya.
Masih kata dia, Ada suatu kejanggalan lagi, yaitu sertifikat milik kakaknya ternyata atas nama orang lain padahal namanya Gimbang namun yang terbit sertifikat atas nama Paimin.
“Padahal sudah saya jelaskan kalau namanya Gimbang, ternyata sertifikat yang muncul sertifikat atas nama Paimin yang merupakan pemilik lama. Jadi saya otomatis kan sia-sia uang saya, waktu saya komplain jawab pak kades ndak apa-apa pak, itu nanti dikasih surat keterangan sudah jadi hak milik, saya jawab ya ngak bisa pak kades, nanti kalau saya pakai pinjam bank kan tidak bisa, sertifikatnya kan seperti pinjam ke orang, karena bukan atas nama sendiri. Padahal data pemilik sudah saya kasih semua kok setelah jadi masih atas nama pemilik lama,” Imbuh Anton Susanto.
Hal yang sama juga dikatakan Suwariyanto, warga Rt 7 Rw 3 Desa Bulurejo. Ia harus membayar biaya sebesar Rp.11.250.000 (Sebelas juta duaratus limapuluh ribu rupiah) dan saat meminta kwitansi juga tidak diberi.
“Saya bayar sebelas juta duaratus limapuluh ribu, untuk 7 petak milik keluarga. Awalnya informasinya cuma empat ratus ribu, ngak taunya kok sebesar itu, untuk apa saja ya.. Setelah saya bayarkan uang itu melalui Dian (Perangkat Desa) lalu saya mintak kwitansi, tapi tidak dikasih, jawabnya, alah tidak usah, masak tidak percaya, gitu. Sertifikat itu sekarang sudah jadi,” ungkapnya.
Pihaknya menyesalkan akan biaya yang mahal dalam pengurusan sertifikat itu. Ia berharap pihak penegak hukum menindak tegas terkait persoalan ini.
“Ketika saya tanya alasannya untuk biaya pengukuran dan lain-lain, saya berharap pada pemerintah khususnya para penegak hukum untuk menindak tegas terkait hal ini,” pungkasnya.
Sementara itu Kades Bulurejo Rohman Adi, ketika dihubungi via telepon hendak dikonfirmasi terkait hal tersebut masih belum tersambung.
Kapolres Lumajang : Saya Segera Tindaklanjuti Dugaan Pungli Program PTSL
Terkait dugaan adanya pungli Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh sejumlah oknum perangkat Desa, Kapolres Lumajang, AKBP Adewira Negara Siregar akan segera menindaklanjutinya.
“Ya Kami akan segera tindak lanjuti hasil temuan pak Bupati dengan beberapa masyarakat,” katanya kepada sejumlah media.
AKBP Adewira, juga sudah memperintahkan tim untuk segera bekerja.
Hasil temuan Bupati, terhadap dugaan pungli ini sangat bervariatif, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Sebelumnya, Bupati Lumajang, Thoriqul Haq mendapati adanya pungutan yang memberatkan pada pengurusan program PTSL, terungkap saat Bupati berdialog dengan masyarakat penerima sertifikat hak atas tanahnya, Senin (20/1) kemarin.
Dan Bupati meminta agar proses pengurusan program PTSL ini dijelaskan secara keseluruhan kepada masyarakat agar tidak terjadi salah paham. Bupati juga memastikan program PTSL pengurusannya gratis di Kantor Badan pertanahan Nasional (BPN) Lumajang. Namun pada proses pelaksanaannya, masih ada saja pungutan yang memberatkan masyarakat.
Secara khusus Bupati memanggil Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMDes) Kabupaten Lumajang, Samsul Arifin, untuk memberikan sanksi kepada perangkat desa yang melakukan penyelewengan terhadap proses pengurusan sertifikat.
”Pak Kepala DPMDes, inventarisir, begitu terbukti, ada perangkat desa yang melakukan pungutan berlebihan tidak sesui dengan ketentuannya pecat pak,” tegasnya.
Seperti dari warga Desa Kunir Lor, Kecamatan Kunir yang mengatakan bahwa pembiayaan PTSL, dirinya ditarik Rp. 2 juta dan patok batas yang diberikan oleh pihak Desa hanya dari kayu jaranan.
Sementara menurut warga dari Desa Jatigono, Kecamatan Kunir, pembiayaan diminta Rp. 1 juta periode pertama, dan bayar lagi Rp. 750 ribu untuk periode kedua.
“Yang survei itu dari pak kampung, pembayarannya juga tidak ada kwitansinya, saya minta malah tidak dikasih,” katanya.
Kalau ada oknum yang melakukan hal-hal yang tidak wajar, kata Bupati itu harus dilaporkan.
“Progam PTSL ini harus benar-benar untuk rakyat, jika ada tarikan Rp. 1 – 2 juta, itu tidak benar,” tegasnya lagi.
Bupati juga menghimbau kepada camat untuk menindak lanjuti perangkat yang melanggar
Sedangkan menurut salah satu Kepala Dusun (Kasun) Desa Kunir Lor, yang sempat memberikan pembelaan mengenai masalah biaya yang besar itu untuk biaya balik nama.
“Dan biaya itu buat petugas BPN yang bertugas di desa kami selama 6 bulan dan kami memberikan makan dengan nilai uang 200 ribu perhari,” katanya menjelaskan kepada Bupati.
Dugaan Pungli PTSL di Lumajang, Kejaksaan Serahkan Sepenuhnya Kepada Inspektorat
Dugaan Pungutan Liar (Pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Program Nasional Agraria (Prona) tampaknya semakin marak di Kabupaten Lumajang. Terbukti, Inspektorat Kabupaten Lumajang terus menerima banyak laporan tentang dugaan pungutan liar yang terjadi di berbagai desa.
Inspektur Inspektorat Kabupaten Lumajang Hanifah Dyah Ekasiwi saat dikonfirmasi sejumlah awak media, menyatakan laporan-laporan itu saat ini masih dalam tahap perundingan. "Yang mengadu semacam itu sangat banyak," katanya. Dia masih ingin berkoordinasi dengan pihak pemerintah dalam melakukan penertiban penarikan uang di desa.
"Penertiban tersebut masih dalam tahap awal. Karena setiap desa memiliki perdes masing-masing yang dikeluarkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)," ucapnya. Namun dia menekankan bahwa perdes tersebut tidak boleh menyalahi Peraturan Bupati (Perbup).
"Karena perbup adalah turunan dari peraturan tiga kementerian, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Pertanahan Nasional, dan Kementerian Dalam Negeri," tegasnya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Lumajang menyerahkan sepenuhkan kepada Inspektorat untuk menangani dugaan Pungli PTSL. Lilik Dwi Prasetya, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Lumajang mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Inspektorat, sejak kemarin.
"Sudah melaporkan kepada Inspektorat, namun tergantung dari pihak Inspektorat dengan pemerintah," terangnya. Menurutnya, kasus tindak pidana korupsi yang ada di daerah adalah hak penuh di Inspektorat.
Meski demikian, ia menegaskan kejaksaan selalu siap melakukan tindakan hukum jika inspektorat ingin meminta bantuan. "Sejauh ini masih menunggu intruksi penyampaian inspektorat," terangnya.
Dia menambahkan bahwa bantuan hukum tersebut sangat terbuka lebar. Namun, jika hal tersebut tidak diinstruksikan, pihaknya tidak akan akan bertindak.
Seperti diberitakan sebelumnya, PTSL atau subsisidi sertifikat tanah gratis dari pemerintah ternyata tidak sesuai harapan. Ratusan warga Desa Babakan, Kecamatan Padang mengaku dipungut biaya dalam pengurusan sertifikat gratis tersebut.
Pungutan tersebut nilainya berbeda-beda. mulai Rp 360 ribu, 800 ribu, ada juga yang sampai Rp 1,7 juta hingga paling tinggi Rp 3 juta. Uang tersebut disodorkan sembari para petugas desa mendata kepemilikan tanah warga.
Data yang diterima media ini, sekitar 750 Kepala Keluarga mengurus PTSL. Lantaran banyak, pihak desa membagi menjadi tiga tahap. Kemarin merupakan tahap ketiga. Warga mengeluh karena ada biayanya terlalu mahal.